Wawancara Dengan Muhammad Sven Kalisch:
AKADEMISI MUSLIM MEMPERTANYAKAN KEBERADAAN
MUHAMMAD
Berikut
adalah terjemahan kutipan dari sebuah artikel berbahasa Jerman
berjudul: “Theologia Islam Tanpa Muhammad Historis – Komentar atas Tantangan
Metoda Kritik-Historis Dalam Pemikiran Islam” Oleh Profesor dari Jerman
Muhammad Kalisch – seorang Muslim.
Muhammad Sven Kalisch
Sampai beberapa waktu lalu saya masih yakin
jika Muhammad adalah sesosok tokoh dalam sejarah nyata. Walaupun saya selalu
mendasarkan pemikiran saya pada asumsi bahwa narasi sejarah Islam mengenai
Muhammad sangat tidak bisa diandalkan, saya tidak ragu bahwa setidaknya garis
dasar biografinya secara historis benar.
Namun sekarang saya telah beralih dari posisi
ini dan segera akan menerbitkan sebuah buku di mana saya akan, antara lain,
mengomentari pertanyaan ini dan menjelaskan argumen saya lebih terinci. Esai
ini hanya ringkasan pendek dari argumen saya yang paling penting. Hal ini juga
berkaitan dengan pertanyaan tentang apa implikasi historis-kritis penelitian
dalam teori Islam, dan bagaimana saya menyikapi hasil penelitian saya sebagai
seorang teolog.
Berkenaan dengan sejarah keberadaan Muhammad,
saya menganggap posisi saya hanya sebagai kelanjutan dari hasil penelitian
terbaru. Hanya karena hasil riset ini diucapkan oleh saya sebagai seorang
muslim, maka ini tampak begitu spektakuler. Kebanyakan ilmuwan Barat menolak
hipotesa-hipotesa demikian hanya untuk menghormati Islam, atau karena mereka
takut akan reaksi teman-teman Muslim mereka, atau karena umat muslim akan
berpikir itu adalah omong kosong spekulatif.
Kata "menghormati" memang terdengar
indah, namun sangat tidak tepat diterapkan di sini sebab kata ini mengacu pada
makna sebaliknya. Siapapun yang mengira bahwa umat Muslim tidak bisa menghadapi
fakta-fakta ini sama dengan menempatkan muslim pada tingkatan seperti halnya
kanak-kanak yang tidak dapat berpikir dan memutuskan sendiri, yang ilusinya
tentang Sinterklas dan Kelinci Paskah tidak mau dihancurkan.
Barangsiapa benar-benar mendasarkan
pemikirannya atas kesetaraan semua manusia harus juga mengharapkan kinerja
intelektual yang sama. Benar-benar memperlakukan Muslim dengan hormat akan
berarti bahwa mereka cukup kuat untuk menyikapi agama mereka atas dasar tingkat
pengetahuan modern kita. Para "Islamofobia" berpikir kita Muslim yang
barbar, mereka adalah yang "baik hati" yang menganggap kita sebagai
"orang-orang biadab yang mulia" ... Hasilnya adalah sama: umat Muslim
dipandang sebagai berbeda dari seluruh dunia - mereka entah termasuk dalam
sebuah "kebun binatang" atau sebagai hewan liar dalam kandang, tapi
tetap saja sama-sama berada di kebun binatang.
Argumen terakhir ini bahkan lebih mengerikan,
karena hanya dapat digambarkan sebagai pengecut. Fundamentalis agama menyebar
keluar (tidak hanya fundamentalis Islam) dan kebebasan berpikir harus dibela
tak peduli apapun resikonya. Tidak boleh ada kompromi dalam hal ini, kalau
tidak, kita akan mundur lagi ke Abad Pertengahan, dan ini bisa terjadi jauh
lebih cepat daripada yang banyak orang kira.
Posisi saya sehubungan dengan sejarah
keberadaan Muhammad adalah bahwa saya percaya entah keberadaannya ataupun
ketidak-beradaannya sama-sama tidak bisa dibuktikan. Namun demikian, saya,
bersandar pada keyakinan akan ketidak-beradaannya, sekalipun tetap ini tidak
bisa dibuktikan. Adalah kesan saya bahwa, kecuali ada beberapa penemuan
arkeologi sensasional – seperti penemuan "Qumran" atau "Nag
Hammadi" – dalam khazanah Islam, maka pertanyaan-pertanyaan tentang
keberadaan Muhammad mungkin tidak akan pernah bisa diklarifikasi sampai final.
Sumber : http://online.wsj.com/article/SB122633888141714211.html