NASKAH QURAN KUNO
SANA’A DAN RUNTUHNYA KLAIM KEILAHIAN QURAN
oleh : Sujit Das
" Penghormatan yang tulus terhadap iman
para pengikut agama tidak berarti kita mengijinkan segala penyelidikan dari
sejarahwan harus diblokir, dihentikan atau dibelokkan ... Kita harus membela
hak-hak dasar metodologi sejarah". Maxime Rodhinson, 1981; hal 57
Sumber Foto: Wikipedia, 2009. Foto dari Gerd R
Puin, salah satu perkamen Sana’a yang menunjukkan revisi, penghapusan dan
penimpahan berlapis untuk Al-Qur'an yang mengakibatkan perbedaan pembacaan yang
signifikan dalam arti dan makna.
Umat Muslim sering mengatakan bahwa baik
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru telah mengalami perubahan yang serius.
Mereka mengatakan bahwa agar Kitab Suci tetap otoritatif, kitab itu harus
dipertahankan tanpa perubahan sama sekali, dan menunjukan bahwa Al Qur'an,
dengan klaim bahwa Allah telah mengungkapkan kata demi kata dan huruf demi
huruf kepada Muhammad. Quran mengklaim, “Tidak ada perobahan bagi
kalimat-kalimat Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar”(QS
10:64) dan, “Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji)
Allah” ( QS 6:34).
Tapi kemudian sejarah Quran memperlihatkan
sisi konyolnya dengan doktrin abrogasi atau pembatalan, dimana Allah
membatalkan wahyu yang sebelumnya, seperti dalam QS (2:106) yang menegaskan,
'wahyu ... Kami batalkan atau menyebabkan untuk dilupakan'. Juga, sebuah hadis
dari Sahih Bukhari (6:558) membenarkan bahwa Muhammad lupa banyak ayat. Sekali
lagi Sunaan ibn Majah, (3: 1944) mencatat bahwa setelah kematian Muhammad
beberapa wahyu dimakan oleh seekor kambing. Bagaimana kata-kata ilahi dapat
dimakan, diubah, dibatalkan atau dihapuskan, meskipun konon ada klaim khusus
Allah di QS 10:64 & 6:34? Kalau begitu Allah telah kalah dengan kambing dan
sifat lupa manusia !
Tidakkah semua klaim Allah ini mengandung
kontradiksi dalam dirinya sendiri? Tapi luar biasa; fakta yang
meluluh-lantakkan ini sama sekali tidak mengganggu Muslim sama sekali. Mungkin,
jika kita dapat menghadirkan Quran lain yang "otentik" yang berbeda
dari bentuk standar yang ada, Muslim akan mulai berpikir logis.
Fakta kebenaran yang meluluh-lantakkan itu
adalah ditemukannya sejumlah besar naskah Quran kuno dari abad pertama Hijrah,
yang ditemukan di Masjid Agung Sana'a (Yaman) yang secara signifikan berbeda
dari Quran Standar saat ini. Sistem penanggalan karbon menegaskan bahwa naskah
Qur'an ini bukan hasil pemaksaan otoritas-otoritas agama yang saling bersaing
saat itu, yaitu Kilafah Usman dkk. Apalagi naskah Qur'an ini ditemukan oleh
para pekerja bangunan yang beragama Islam. Jadi tidak perlu ada kecurigaan
bahwa ini adalah suatu konspirasi dll.
Mungkin ini adalah peristiwa paling memalukan dalam sejarah
Islam dalam 14 abad ini.
Masjid Agung Sana'a adalah salah satu Mesjid
tertua dalam sejarah Islam. Tanggal pembangunannya bisa dilacak sampai ke tahun
6 Hijrah ketika, menurut Tradisi Muslim, salah seorang Sahabat Muhammad
dipercayakan untuk membangun Masjid di Yaman, yang kemudian diperpanjang dan
diperbesar oleh penguasa Islam dari waktu ke waktu.
Pada tahun 1972, selama restorasi ini Masjid
Agung (hujan deras menyebabkan dinding barat Masjid runtuh), buruh yang bekerja
di ruang mahkota antara struktur atap dalam dan luar, terantuk ke sebuah
gundukan seperti kuburan. Karena ketidaktahuan, selama ini mereka tidak
menyadari. Masjid biasanya tidak mengakomodasi kuburan, dan situs ini tidak
mengandung batu nisan, tidak ada sisa-sisa manusia dan tidak ada peninggalan
pemakaman. Ternyata isinya tidak lebih dari segunung perkamen dan kertas-kertas
tua tidak menarik, buku-buku rusak dan halaman-halaman lepas teks-teks bahasa
Arab, menyatu bersama-sama oleh hujan dan kelembaban selama lebih dari seribu
tahun.
Sumber Foto: Dreibholz, 1999, hal 23. Beberapa
fragmen perkamen Al-Qur'an dalam kondisi di mana mereka ditemukan.
Para buruh yang tidak mengerti kemudian
mengumpulkan naskah-naskah itu dan mem-press-kannya dengan ceroboh ke dalam 20
karung kentang, dan meletakkannya ke sebelah tangga di salah satu menara
Masjid. Manuskrip itu tadinya akan sama sekali terlupakan kalau bukan Qadhi
Isma'il al-Akwa, yang nantinya menjadi Presiden Yaman Antiquities Authority,
menyadari pentingnya naskah-naskah tersebut. Al-Akwa kemudian mencari bantuan
internasional untuk memeriksa dan melestarikan fragmen-fragmen tersebut, karena
tidak ada sarjana di negaranya mampu mengolah data pada temuan besar ini. Pada
tahun 1977, ia berhasil menarik seorang sarjana non-Muslim mengunjungi Jerman,
yang pada gilirannya membujuk pemerintah Jerman untuk mengatur dan menemukan
sebuah proyek restorasi.
Segera setelah proyek dimulai, menjadi
jelaslah bahwa "kuburan kertas" tersebut adalah adalah tempat
peristirahatan bagi, antara lain, puluhan ribu fragmen dari hampir seribu
naskah kuno yang berbeda dari Al Qur'an, kitab suci umat Islam. Otoritas Muslim
selama hari-hari awal menghargai keyakinan bahwa salinan aus dan rusak Alquran
harus dihapus dari peredaran hanya menyisakan edisi yang tak bercacat dari kitab
suci untuk digunakan. Juga tempat yang aman seperti itu dibutuhkan untuk
melindungi buku dari penjarahan atau kerusakan jika penyerbu datang. Dari
sinilah ide dari kuburan di Masjid Agung di Sana'a, yang merupakan tempat
belajar dan penyebaran Alquran yang berasal dari abad pertama Hijriah tersebut.
Restorasi naskah diorganisir dan disupervisi
oleh Gerd R. Puin dari Saarland University, Jerman. Puin adalah spesialis
kaligrafi Arab dan paleografi Alquran yang sangat terkenal (studi tentang
tulisan kuno dan dokumen). Selama sepuluh tahun ia secara ekstensif memeriksa
fragmen-fragmen perkamen berharga tersebut. Pada tahun 1985, rekannya HC Graf
V. Bothmer bergabung dengannya.
Untuk usia bahasa perkamennya sendiri,
pengujian Karbon-14 menanggalkan usia perkamen tesebut antara tahun 645 sampai
690 M. Namun usia sebenarnya mungkin agak lebih muda dari itu (di atas tahun
690), sebab C-14 memperkirakan tahun kematian dari suatu organisme (perkamen
adalah kulit binatang), dan tidak diketahui berapa lama berselang antara proses
dari pembuatan perkamen sampai saat penulisan akhir.
Namun dari gaya kaligrafi naskah itu menunjuk
penanggalan antara tahun 710 s/d 715 M. Beberapa halaman perkamen tampaknya
ditulis di abad ketujuh dan kedelapan, atau abad pertama dan kedua Islam.
Mungkin ini adalah Al-Qur'an tertua yang kita miliki.
Pada tahun 1984, Dar al Makhtutat, atau Rumah
Naskah, didirikan dekat dengan Masjid Agung, sebagai bagian dari proyek
kerjasama antara otoritas Yaman dan Jerman. Sebuah usaha besar dimulai untuk
merestorasi fragmen – fragmen Alquran. Antara 1983 dan 1996, sekitar 15.000
(dari 40.000 halaman) telah dipulihkan, khususnya 12.000 fragmen perkamen dan
naskah berasal dari abad ketujuh dan kedelapan.
(Sumber foto : Dreibholz, 1999. h. 22. Dar
al-Makhtutat Perpustakaan di manamanuskrip yang baru didapat kembali
itu disimpan dan dikategorikan).
Sampai sekarang, hanya ada tiga salinan kuno
Qur'an yang ditemukan. Yang disimpan di Perpustakaan Inggris di London, dengan
penanggalan abad ke tujuh akhir dan dianggap yang tertua. Tapi manuskrip Sana'a
bahkan lebih tua. Selain itu, manuskrip ini ditulis dalam naskah yang berasal
dari Hijaz - wilayah Arab di mana Nabi Muhammad tinggal, yang membuat manuskrip
ini tidak hanya yang paling tua yang bisa selamat, tapi salah satu salinan
otentik awal Al-Qur'an yang pernah ada. Hijazi Arab adalah naskah (Mekah atau
Madinah) di mana Al Qur'an yang paling awal ditulis. Meskipun potongan-potongan
ini dari Al-Qur'an yang paling awal yang bisa ketahui , namun mereka juga
hanyalah palimpsests (manuskrip di mana tulisan asli telah dihapus, dikupas,
ditulis ulang dan ditimpa, tapi masih bisa digunakan kembali).
Gaya tulisan tangan yang halus dan langka
serta artistik telah mempesona baik Puin dan temannya Bothmer, tetapi kejutan
yang lebih besar menanti mereka. Ketika Qur'an kuno ini dibandingkan dengan
standar yang ada pada saat ini, keduanya tertegun. Teks-teks kuno yang
ditemukan ternyata bertentangan dengan bentuk Quran yang ada sekarang. Ada
penyusunan ayat-ayat yang tidak sama, variasi tekstual yang kecil tapi sangat
signifikan berbeda, ortografi (ejaan) yang berbeda dan hiasan artistik yang
berbeda.
Tersebar dalam keyakinan Muslim ortodoks bahwa
Al-Qur'an seperti yang telah sampai kepada kita hari ini benar-benar
"Firman yang sempurna, abadi, dan tidak berubah Allah". Namun
penemuan Quran kuno di Sana’a dan perbedaannya yang mencolok dengan Quran yang
ada pada kita sekarang membuktikan bahwa Al-Qur'an telah diselewengkan,
menyimpang, direvisi, dimodifikasi dan dikoreksi, dan perubahan tekstual telah
terjadi selama bertahun-tahun murni oleh tangan manusia.
Aura suci di sekitar Kitab Suci Islam ini,
yang katanya tetap utuh selama lebih dari 14 abad hilang dengan adanya penemuan
yang menakjubkan ini. Dan keyakinan inti semiliar lebih Muslim bahwa Quran
adalah firman Allah yang kekal dan tidak berubah Allah sekarang jelas terlihat
sebagai besar pelebih-lebihan, tipuan dan kebohongan . Tidak hanya itu, klaim
Al-Qur'an yang adalah kata-kata Allah yang tidak dapat berubah juga palsu.
Al-Qur'an seharusnya, jika kita meminjam kata-kata dari Guillaume (1978, hal
74), "Ruang Maha Kudus, yaitu tempat dimana Tuhan “bertahta” tidak pernah
harus berada di bawah buku-buku, tetapi selalu di atasnya nya. Orang tidak
boleh minum atau merokok ketika sedang membacanya, dan firman itu sejatinya
idengarkan dalam keheningan. Inilah ‘jimat’ yang melawan penyakit dan
bencana."
Muslim menyebut Quran sebagai 'Induk segala
Kitab' dan percaya tidak ada buku lain atau wahyu lain yang dapat menandinginya
(Caner & Caner, 2002. P.84). Namun semua klaim itu berlalu sekarang. Hasil
akhir dari seluruh perjuangan Islam selama empat belas abad adalah nol besar.
Seakan tidak cukup, banyak manuskrip yang
menunjukkan tanda palimpsest, yaitu, versi timpahan dari versi sebelumnya.
Versi yang lama, yang telah dicuci kemudian ditimpa lagi, tentu saja sulit
untuk dibaca dengan mata telanjang. namun alat-alat modern seperti fotografi
ultraviolet dapat menyorot mereka. Ini menunjukkan bahwa naskah-naskah Sana'a
bukan varian saja, tetapi, bahkan sebelum itu, teks Al-Quran telah diubah dan
ditulis ulang pada kertas yang sama. Ini berarti, klaim Allah (QS 56: 77-78;
85:21-22) bahwa teks asli yang diawetkan dalam surga di dalam tablet emas, yang
tidak dapat menyentuh kecuali para malaikat – juga nyata-nyata adalah mitos
belaka.
Setelah mempelajari naskah-naskah itu secara
ekstensif , puin sampai pada kesimpulan bahwa teks-teks Quran sebenarnya
merupakan teks yang ber-evolusi atau berkembang, bukan firman Allah sebagaimana
konon dinyatakan secara lengkap, menyeluruh dan final kepada Muhammad seorang
diri saja (Warraq, 2002, hal 109). Dia tertegun, "Begitu banyak
Muslim yang berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang tertulis di antara
cover depan dan cover belakang Al Qur'an adalah firman Allah belaka yang tidak
berubah. Mereka suka sekali mengutip karya-karya teologis tekstual yang
menunjukkan bahwa Alkitab memiliki sejarah dan tidak jatuh langsung dari
langit, tetapi mereka sendiri menjauhkan Alquran dari penyelidikan yang serupa.
Satu-satunya cara untuk menerobos dinding ini adalah untuk membuktikan bahwa Al
Qur'an memiliki sejarah juga. Fragmen Sana'a akan membantu kita untuk melakukan
hal ini". Puin bahkan menyimpulkan (dikutip oleh Taher, 2000), "Quran
bukanlah karya tunggal yang telah bertahan dan tak berubah selama berabad-abad.
Quran mungkin terdiri dari kisah-kisah yang telah ditulis oleh orang-orang di
jaman sebelum nabi Muhammad memulai pelayanannya dan yang kemudian ditulis
ulang."
Gerd R Puin, musim panas 1965. Ia seorang
non-muslim pertama yang belajar di Universitas Riyadh.
Selama penelitian mereka, sebagaimana Puin
mengingatkan (Lester, 1999), "Mereka [pihak berwenang Yaman] ingin menjaga
hal ini secara sembunyi-sembunyi, seperti yang kita ingin lakukan juga,
meskipun untuk alasan yang berbeda. Mereka tidak ingin menarik dunia bahwa pada
kenyataannya ada orang-orang Jerman dan lain-lain yang bekerja dalam
menganalisa naskah-naskah Qur'an ini. Mereka tidak ingin membuat pekerjaan ini tersebar
kepada publik bahwa ada pekerjaan yang dilakukan sama sekali, karena posisi
Islam selama ini bahwa segala sesuatu yang perlu dikatakan tentang sejarah
Al-Qur'an telah dikatakan secara cukup seribu tahun lalu."
Teori radikal lainnya dari Puin adalah bahwa
sumber-sumber pra-Islam telah dimasukan ke dalam Qur'an. Dia berpendapat bahwa
dua suku: As-Sahab-ar-Rass (sahabat Sumur) dan As-Sahab-al-Aiqa (sahabat Semak
Berduri) yang bukan bagian dari tradisi Arab, dan orang-orang Muhammad pada
waktu itu tentu tidak mengetahui apa-apa tentang kedua kaum ini. Dia juga tidak
setuju jika Al-Qur'an ditulis dalam bahasa Arab murni. Kata ‘Al-Qur'an’ itu
sendiri berasal dari asing. Berlawanan dengan kepercayaan Islam populer, arti
dari "Al Qur'an" bukanlah “bacaan”. Kata ini sebenarnya berasal dari
sebuah kata bahasa Aram, 'Qariyun', yang berarti leksionari, yaitu
bagian-bagian kitab suci yang ditunjuk untuk dibaca pada waktu ibadah. Al
Qur'an berisi sebagian dari cerita-cerita Alkitab tetapi dalam bentuk yang lebih
pendek dan merupakan "ringkasan dari Alkitab untuk dibaca dalam
kebaktian."
Puin tertarik untuk menulis buku tentang hal
ini di masa depan. Ia sendiri sudah menulis beberapa esai pendek tentang temuan
mereka dalam berbagai majalah ilmu pengetahuan, di mana dia menunjukkan
beberapa penyimpangan antara Qur'an kuno dan Quran standar (dikutip Warraq,
2002. hlm 739-44). Unstuck menyanggah kesucian Al Qur'an, Puin menuliskan, “Menurut
saya Quran adalah naskah campur aduk (cocktail of texts), yang tidak dipahami
bahkan pada jaman Muhammad sendiri. Beberapa bagian dari quran mungkin berusia
ratusan tahun telah ada sebelum jaman Islam. Bahkan dalam tradisi Islam
terdapat begitu banyak informasi yang kontradiktif, termasuk cuplikan naskah
Kristen yang signifikan. Seseorang bisa mendapatkan sejarah yang anti Islam
secara keseluruhan darinya jika ia menginginkannya. Quran diklaim bersifat
mu’bin, atau jelas dengan sendirinya, namun jika anda memeriksannya, anda akan
melihat bahwa setiap kira-kira lima kalimat dibaca kita akan mendapati klaim
tersebut tak masuk akal. Muslim akan bersikeras sebaliknya, tentu saja. Namun
fakta bahwa seperlima bagian dari teks Quran tidak bisa dipahami. Hal ini yang
telah menyebabkan tradisi kebingungan dalam penerjemahan. Jika Quran tidak bisa
dipahami, jika ia bahkan tidak bisa dimengerti oleh orang Arab, maka ia tidak
bisa diterjemahkan ke dalam bahasa manapun. Inilah yang muslim takutkan. Sebab
Quran terus diklaim sebagai telah jelas namun kenyataannya tidak – terdapat
kontradiksi yang jelas dan serius di sini. Suatu hal lain pasti telah terjadi.”
Penemuan luar biasa dari Puin ini telah
mempesona Andrew Rippin, seorang Profesor studi agama dan seorang ahli
terkemuka pada studi Alquran. Rippin (dikutip Warraq, 2002. Hal.110)
menyimpulkan, "Dampak dari manuskrip Yaman masih terasa sampai
sekarang. Varian cara baca Quran dan penyusunan ayat-ayatnya, semuanya sangat
signifikan. Semua orang setuju akan hal ini. Naskah ini menyatakan bahwa
sejarah awal teks-teks Al-Quran lebih dari sebuah pertanyaan terbuka yang
banyak mengundang kecurigaan. Teks-teks Quran ternyata kurang stabil dan karena
itu memiliki otoritas yang sedikit daripada apa yang selalu diklaim selama
ini."
Warraq (1998, h. 14) memiliki pandangan yang
sama dengan Rippin, "sarjana Muslim dari tahun-tahun awal Islam jauh lebih
fleksibel dalam posisi mereka, menyadari bahwa bagian dari Al-Qur'an telah
hilang, diselewengkan dan bahwa ada banyak ribuan varian yang membuat mustahil
untuk berbicara tentang "Al-Qur'an".
Ada bukti lain bahwa Al Qur'an adalah pesan
terdistorsi pada hari-hari awal Islam dan tidak ada yang di sebut “Alquran”
lagi sekarang. Inskripsi dari ayat-ayat Al-Quran yang tertulis di Kubah Batu
Yerusalem (Dome of The Rock), yang paling mungkin adalah monumen Islam pertama
dimaksudkan untuk menjadi prestasi artistik utama, dibangun pada 691 M (Whelan,
1998, pp 1-14). Inskripsi di Dome of The Rock ini secara signifikan berbeda
dari teks standar Quran saat ini (Warraq, 2000, hal 34).
Mingana (dikutip Warraq, 1998. P.80)
menyesalkan, "Pertanyaan yang paling penting dalam studi Alquran adalah
otoritas yang tak tertandingi". Inilah satu-satunya alasan;
kenapa penyelidikan kritis atas teks Al-Quran masih menjadi studi immature –
tidak dewasa. Sebagaimana Rippin (1991, hal ix) menyesalkan, "Saya
sering bertemu orang yang datang untuk mempelajari Islam dengan latar belakang
dalam studi sejarah Alkitab Ibrani atau Kekristenan awal, dan yang
mengungkapkan keterkejutan atas kurangnya pemikiran kritis yang muncul dalam
buku teks pengantar Islam. Gagasan bahwa "Islam lahir dalam sejarah yang
terang benderang' nampaknya masih diasumsikan oleh banyak penulis besar
teks-teks tersebut."
Cook dan Crone (1977, p. 18) menyimpulkan, "[Qur'an]
benar-benar mencolok kekurangannya dalam struktur keseluruhan, sering tidak
jelas dan ngawur baik dalam bahasa dan konten yang asal-asalan yang menyukai
bahan ngawur yang berbeda dan tersebar dalam pengulangan seluruh kisah dalam
versi yang berbeda-beda. Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa buku ini adalah
produk dari editing yang terlambat dan tidak sempurna dari pluralitas
tradisi"Crone (dikutip Warraq, 1998, hal 33) di tempat lain menulis,"
Qur'an telah menghasilkan. banyak informasi palsu ".Kritik pihak
Muslim atas Al Qur'an sangat-sangat langka dan hampir tidak ada sama sekali,
sebagaiman Sina (2008, hal 6) keluhkan, "Umat Muslim sangat benar-benar
tidak mampu mempertanyakan Islam." Baru-baru ini website ex-Muslim tengah
melakukan beberapa pekerjaan yang luar biasa ini. Pada akhirnya, orang-orang
tercerahkan ini akan berhasil membebaskan saudara-saudari Muslim mereka dari
penjara Islam. Jika tidak maka semua kritik kritik apapun pada Al-Qur'an selama
ini hanya dilakukan oleh kalangan non-muslim saja, dalam hal ini kebanyakan
adalah sarjana Kristen. Tapi Muslim tidak boleh menganggap bahwa kritik dari
sarjana Kristen sebagai tanda penyerangan kepada agma mereka. Cendikiawan
Kristen telah melakukan kritik lebih banyak atasa kekristenan sendiri
dibandingkan atas Islam (Sproul & Saleeb, 2003 hlm 17;. Spencer, 2007, hal
1).
Tapi manuskrip Sana'a juga akan memprovokasi
pertanyaan lain. Jika Qur'an adalah sebuah kebohongan, bagaimana kebohongan ini
bisa bertahan selama berabad-abad? Alasannya adalah bahwa “sifat keilahian yang
melekat pada Al Qur'an” bukan sebuah Kebohongan Kecil, tapi Kebohongan Besar. .
Kebohongan Besar sangat kuat, dan selalu memiliki efek psikologis terhadap para
pendengarnya. Semakin besar kebohongannya, semakin dipercaya itu. Adolf Hitler
menulis di Mein Kamph (1925), "Massa yang luas dari suatu bangsa
akan mudah menjadi korban kebohongan besar , bukan kebohongan kecil." Kebohongan
Besar nampak sangat meyakinkan karena melampaui skala akal sehat pendengarnya,
seperti Sina (2008 , hal. 179) menjelaskan, orang biasa tidak akan berani untuk
menceritakan sebuah kebohongan besar dan berpikir bahwa hal itu tidak akan
dipercayai dan ia akan ditertawakan. Karena tidak ada orang yang tidak pernah
berbohong dalam hidupnya, kebohongan kecil sering terdeteksi cepat atau lambat.
Tapi kebohongan besar sangat aneh sehingga dapat mempesona pendengarnya. Ketika
kebohongan itu seukuran raksasa, rata-rata orang dibuat tidak berani
bertanya-tanya bagaimana orang dapat memiliki keberanian, kelancangan untuk
mengatakan hal seperti itu.
Kebohongan Besar selalu bekerja secara luar biasa
dalam politik. Sebagaimana George Orwell (dikutip Sina, 2008, hal 179) berkata, "Politik
bahasa ... dirancang untuk membuat kebohongan terdengar benar, dan pembunuhan
terlihat terhormat, dan memberikan penampilan solid sebagai angin sorga". Hari
ini ketika klaim keilahian Qur'an dihancurkan oleh penemuan manuskrip Sana'a,
sifat spiritual Islam juga terkena. Islam hanyalah sebuah gerakan politik murni
Arab. ketika Arab mulai menaklukkan bangsa-bangsa sekitarnya dan Islam yang
dikenakan pada mereka dengan kekerasan dan dibuat percaya dengan klaim
“Keilahian yang melekat pada Al Qur'an”.
Bangsa Arab tidak hanya memaksakan Islam pada
orang lain tetapi juga menanamkan kepercayaan irasional akan keilahian Al-Quran
dalam pikiran korban mereka, sehingga sekali orang-orang Arab itu pergi, mereka
yang ditaklukkan tidak bisa keluar dari perbudakan mental dan kembali ke iman
asli mereka. Ini adalah keterampilan politik langka. Banyak sahabat Muhammad
jelas tahu bahwa Al Qur'an itu palsu, tetapi mereka tetap dengan nabi mereka
untuk berbagi rampasan dan untuk menikmati wanita. Kita semua tahu, setelah
kematian Muhammad, beberapa suku Arab kembali kembali ke kepercayaan asli
mereka dan penyembahan berhala berkembang lagi.
Bagai terpaan badai bagi umat Islam; studi psikologi
modern menyingkapkan kebenaran bahwa Muhammad (kalaupun orang ini pernah ada)
adalah seorang penipu, orang yang menderita Narcissistic Personality Disorder.
Narsisis adalah seorang pembohong patologis yang asik menikmati dirinya
sendiri. Ini berarti, entah mereka tidak menyadari kebohongan mereka atau
mereka merasa benar-benar dibenarkan dan mudah dalam berbohong kepada orang
lain. Kondisi mental mereka sedemikian rupa sehingga mereka memiliki kemampuan
langka untuk percaya kebohongan mereka sendiri (Vaknin, 1999, hal 24).
Dan, ya, Adolf Hitler, yang mengetahui
kekuatan dari Kebohongan Besar dan jutaan rakyat Jerman yang juga disesatkan,
juga diakui sebagai seorang narsisis. Hari ini Hitler adalah figur sejarah yang
paling dibenci di Jerman. Seperti kepastian matematis Muhammad akan mendapatkan
nasib yang sama. Tapi kita benar-benar tidak tahu, berapa juta orang akan
meninggal sebelum kita dapat menempatkan Muhammad di tempat sampah dengan,
Allah-nya Al Qur'an dan Islam sama sekali. Bagi Hitler itu Sosialisme Nasional
(nama lain dari Nazisme) dan Muhammad itu Islam, namun jauh di lubuk hati,
keduanya dua sisi dari koin yang sama - seorang manipulator yang sukses.Sina
(2008, p. iv, 260) berkomentar, "Islam bagaikan rumah kartu, ditopang oleh
kebohongan. Yang dibutuhkan untuk menghancurkannya adalah menantang satu saja
dari kebohongan-kebohongan yang selama ini menopangnya bersama-sama. Ini adalah
sebuah bangunan tinggi, yang berdiri di atas pasir; setelah Anda mengekspos
fondasinya, pasir akan luruh dan struktur bangunan ini akan runtuh karena
beratnya sendiri. “ Dan perkatan Sina lainnya ," Islam berdiri di tanah
yang sangat rapuh. Ia tidak bersandar pada apapun kecuali kebohongan. Yang
harus kita lakukan untuk menghancurkannya cuma mengekspos kebohongan-kebohongannya,
dan bangunan raksasa teror dan penipuan ini akan runtuh".
Mari kita lihat, sekali aura suci Al-Qur'an hilang, apa saja hal
lainnya yang akan terkena:
Pertama, jika ada dua atau lebih versi Qur'an, maka Quran yang satu
berbicara begini, sedang Quran yang satu lagi berbicara begitu, dan dua-duanya
mengklaim kebenaran yang mutlak, maka logikanya ada lebih dari satu Allah yang
memberi firman. (Mungkin asumsi logis ini tampak goyah, namun kita lihat poin
logis selanjutnya).
Kedua, jika kita masih percaya bahwa satu Qur'an adalah otentik, maka
bagaimana Allah mengizinkan versi lain bisa bertahan?
Ketiga, Jika QS 10:64 mengatakan kata-kata Allah tidak berubah,
ternyata berubah juga, dengan demikian klaim-klaim Quran sama sekali tidak bisa
dipercaya dengan sendirinya? Jika muslim masih ngotot dengan klaim keilahian
Quran yang katanya tidak bisa berubah ,lalu kenapa ada lebih dari satu veris
Quran? Bagaimana wahyu palsu itu tercatat dalam Al Qur'an? Apakah Setan
meletakkannya?
Terakhir; Bukhari (4.52.233) mencatat "orang-orang kafir tidak akan
pernah memahami tanda-tanda dan wahyu." Tapi kita lihat, untuk memahami Al
Qur'an Sana'a, pemerintah Yaman mengundang para sarjana Jerman, karena tak ada
seorang pun di Yaman, bahkan di dunia Islam, yang mampu mengerjakan temuan yang
melimpah ini. Tidak heran bila Sina (2008) menyimpulkan, "Tidak peduli
bagaimana Anda melihat Islam, tetap saja Islam agama konyol."
Muslim telah menjual jiwa mereka kepada
Muhammad. Bisakah mereka secara logis menghapus keraguan di atas? Episode
Sana'a telah menempatkan mereka dalam posisi yang sedemikian gamang, bahwa
circular reasoning atau logka yang absurd-pun tidak akan membantu mereka dari
kebingungan ini. Bukankah sudah waktunya bagi Muslim untuk bijaksana
mempertimbangkan sehat tidaknya agama mereka sebenarnya?
Untuk melindungi Qur'an dari penghinaan lagi,
otoritas Yaman telah menghalangi Puin dan Bothmer untuk meneliti lebih lanjut
naskah-naskah tersebut. Bahkan, sekarang mereka tidak mengizinkan siapa pun
melihat naskah-naskah itu lagi kecuali beberapa perkamen non-Qur'an yang telah
sangat hati-hati dipilih, yang dipajang di lantai dasar dari Perpustakaan Dar
al-Makhtutat. Tapi ini tidak akan membantu. Burungnya sudah keluar dari kandang
dan tidak ada gunanya menutup pintu sekarang. Lebih dari tiga puluh lima ribu
mikrofilm yang berisikan teks-teks itu telah berada di luar Yaman sebelum pihak
otoritas mengetahui, dan beberapa duplikat sudah dibuat. Penulis saat ini yakin
bahwa pada saat ini, di beberapa lokasi yang tidak diketahui di Jerman,
sekelompok ahli tanpa henti bekerja pada mikrofilm tersebut dan Puin sedang
membakar minyak di tengah malam cukup untuk menyelesaikan bukunya, yang,
setelah diterbitkan, akan memalu paku lainnya pada peti mati Islam. Islam
sedang dalam bahaya nyata sekarang.
Jelas, dengan menyadari klaim-klaim keilahian
Quran akan gugur tak lama lagi, banyak muslim yang terganggu dan tersinggung.
Para fundamentalis tidak akan menerima karya Puin dan Bothmer sebagai hasil
karya yang telah dilakukan secara obyektif akademik, tetapi melihatnya sebagai
serangan yang disengaja terhadap integritas teks-teks Quran (Taher, 2000).
Tentu, dua sarjana Jerman akan berada di garis depan dalam kemarahan mereka.
Puin takut reaksi kekerasan dari Muslim ortodoks karena "hujatan"
teorinya, dia katakana tidak bisa dipandang ringan. Mengingat kasus yang
terjadi pada Salman Rushdie, Puin menulis, "Kesimpulan saya
telah menyulut reaksi marah dari Muslim ortodoks. Mereka bilang saya tidak
benar-benar cendekiawan untuk membuat komentar pada naskah ini ". Jika
pandangan Puin adalah diambil dan diberitakan di media, dan jika tidak ada
banyak umat Islam yang rasional tentang hal itu, maka hal mengerikan akan
terjadi. Akan ada beberapa respon yang bersikap memusuhi dan kerusuhan yang
menyebabkan banyak kematian dan kehancuran, mungkin adalah fatwa lain dari
Khomeini, dan tentu beberapa ancaman Al Qaeda dan dan saudara-saudara
ideologisnya. Tapi bisakah mereka menghentikan kebenaran?
UNESCO telah memperlihatkan minat yang tulus
terhadap manuskrip Sana'a sejak Program Memori Dunia dimulai. Pada tahun 1995,
Organisasi ini juga memproduksi CD-ROM dalam bahasa Arab, Inggris dan Perancis
yang menggambarkan sejarah pengumpulan material baik yang quranik maupun
non-quranik. CD-ROM menawarkan 651 gambar dari 302 fragmen Al-Quran, diindeks
berdasarkan script, frame, dll, pengenalan umum untuk koleksi manuskrip Yaman
dan deskripsi singkat tentang evolusi kaligrafi Arab (Abid, 1997).
Ursula Dreibholz, seorang ahli pelestarian
yang bekerja pada proyek Sana'a selama delapan tahun sebagai konservator utama,
banyak mengalami frustrasi dengan melihat kurangnya perhatian pemerintah Yaman
untuk melindungi naskah-naskah dengan menggunakan teknologi modern (1983, hlm
30-8) . perangkat keamanan tidak benar, tidak pula ada perhatian yang memadai
yang diberikan kepada naskah-naskah untuk menghindari kerusakan lebih lanjut
(1996, pp 131-45). Bahkan, Dreibholz (1999, pp 21-5) mengatakan kepeduliannya
terbesarnya untuk menciptakan sistem penyimpanan yang aman, handal dan permanen
bagi fragmen-fragmen yang telah dipulihkan ini. Juga, masalah miskinnya sistem
penyimpanan. Hampir tidak ada perlindungan dari serangga dan air. Yang paling
penting, masalah sebenarnya adalah kurangnya pencegahan kebakaran atau sistem
deteksi, mengingat kebakaran yang benar-benar bencana yang telah menghancurkan
perpustakaan penting dan karya seni di seluruh dunia sepanjang sejarah. Pihak
berwenang Yaman mengatakan mereka tidak punya uang atau sarana untuk menginstal
sistem proteksi kebakaran tersebut. Dia tidak mengerti alasan asli di balik
sikap apatis otoritas Yaman.
Sekarang fundamentalis muslim dapat melihat
masa depannya yang nyata. Tidak ada yang tahu kapan api yang menghancurkan akan
dimulai 'secara sengaja' dan menghancurkan semua naskah Al-Quran, yang
benar-benar menyebabkan ‘panas’. Akhirnya, untuk menyelamatkan Islam, Qur'an
harus disimpan oleh Muslim kemanapun. Jika perlu mereka akan membakar Qur'an
untuk menyelamatkannya dari analisa logis. Pengabdian mereka kepada kebodohan
memang sangat tinggi. Mungkin, keengganan otoritas Yaman untuk menginstal
sistem proteksi kebakaran tersebut merupakan persiapan awal untuk sebuah
tindakan di masa depan. Jangan pernah meremehkan kemampuan merusak dari para
fanatik tak berotak.
Referensi
Journal:
- Abid, Abdelaziz (1997); “Memory of the World”:
Preserving Our Documentary Heritage. Museum International, Vol.
49, No. 1, January 1997 issue. Blackwell Publishers, Oxford.
- Dreibholz, Ursula (1983); A treasure of early
Islamic manuscripts on parchment. Significance of the find and its
conservation treatment. AIC Preprints of papers presented at the 11th
annual meeting in Baltimore, Maryland, 25-29 May 1983. Washington, DC.
- Dreibholz, Ursula (1996); The Treatment of
Early Islamic Manuscript Fragments on Parchment in The
Conservation and Preservation of Islamic Manuscripts, Al-Furqan
Islamic Heritage Foundation, London
- Dreibholz, Ursula (1999); Preserving a
treasure: the Sana’a manuscripts. Museum International. Islamic
collections. Vol. LI, No. 3, July 1999 issue. Blackwell Publishers.
Oxford.
- Whelan, Estelle (1998); Forgotten Witness: Evidence
for the Early Codification of the Qur’an. Published in The Journal of
America Oriental Society. January to March Issue, 1998. University of
Michigan. USA.
Buku:
- Ali, Daniel & Spencer, Robert (2003); Inside
Islam: A guide for Catholics. Ascension Press. Pennsylvania.
- Caner E. M; Caner E.F (2002); Unveiling Islam.
Kregel Publications. Grand Rapids. U.S.A
- Cook, Michael; Crone, Patricia (1977); Hagarism:
The making of the Islamic world. Cambridge.
- (Dr) Vaknin, Sam (1999); Malignant Self Love:
Narcissism Revisited. Narcissus Publications, Skopje. Czech Republic.
- (Ed.) Warraq, Ibn (1998); The origins of the
Koran: Classic Essays on Islam’s holy book. Prometheus Books. NY.
- (Ed.) Warraq, Ibn (2000); The Quest for
Historical Muhammad. Prometheus books. NY.
- (Ed.) Warraq, Ibn (2002); What the Koran really
says – Language, Text and Commentary. Prometheus books. NY.
- Guillaume, Alfred (1978); Islam.
Harmondsworth.
- Mein Kampf; a 1939 English translation by Houghton
Mifflin and edited of verbosity. Reynal & Hitchcock
- Ohmyrus (2006); The Left and Islam: Tweedledum
and Tweedledee in Beyond Jihad: Critical voices from the
inside by Shienbaum, Kim and Hasan, Jamal. Academia Press, LLC,
Bethesda.
- Peters, F.E (1986); Jerusalem and Mecca: The
topology of the Holy City in the near east. NY.
- Rippin, Andrew (1991): Muslims: their religious
beliefs and practices. London.
- Rodhinson, Maxime (1980); Muhammad (Original
in French, translated to English by Anne Carter). The New Press. NY
- Rodhinson, Maxime (1981); A Critical Survey of
Modern Studies on Muhammad inStudies on Islam ed. M.
Swartz. Oxford University Press, USA
- Sagan, Karl (1997); The Demon-Haunted World.
Science as a Candle in the Dark. Ballantine Books. The Random House
Publishing group. NY.
- Sina, Ali (2008); Understanding Muhammad, A
Psychobiography. Felibri.com
- Spencer, Robert (2002); Islam Unveiled:
Disturbing questions about the world’s fastest growing faith.
Encounter Books. San Francisco.
- Spencer, Robert (2007); Religion of Peace? Why
Christianity is and Islam isn’t. Regnery Publishing, Inc. Washington
DC.
- Sproul R. C & Saleeb, Abdul (2003); The
dark side of Islam. Crossway Books (a division of Good News
Publishers). Wheaton. Illinois.
Sumber-sumber Internet:
- Taher, Abul (2000): Querying the Koran. The Guardian.
Guardian News and Media Limited. Published on 8th August, 2000. URL:
http://www.guardian.co.uk/Archive/Article/0,4273,4048586,00.html (Last
accessed 3rd June / 2009)
- Sina, Ali (2008): Probing Islam. An
internet based debate between J. A Ghamidi, K. Zaheer and Ali Sina, FFI.
URL: http://www.news.faithfreedom.org/downloads/probing-islam.pdf (Last
accessed 7th February / 2008).
- Lester, Toby (1999); What Is the Koran? Atlantic
Monthly January 1999 issue. URL: http://www.theatlantic.com/doc/199901/koran
(Last accessed 3rd June / 2009).
- Wikipedia (2009); Gerd R. Puin, URL:
http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Special:Cite&page=Gerd_R._Puin&id=287605376